Banyak orang yang bersandar pada rahmat Allah, namun lalai akan siksaan-Nya yang pedih bagi para pendosa. Tulisan ini mengingatkan kita tentang bahaya mengabaikan perintah Allah dan akibatnya di akhirat nanti.
Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan dalam kitab Ad-Daa’ wa Ad-Dawaa’ (hlm. 41-43) sebagai berikut:
Banyak orang yang bodoh bersandar pada rahmat, ampunan, dan kemurahan Allah sehingga mengabaikan perintah dan larangan. Mereka lalai terhadap siksa Allah yang amat pedih, bahkan siksa-Nya bagi orang-orang yang berbuat dosa tidak bisa ditolak. Orang yang bersandar pada ampunan Allah, tetapi terus-menerus berbuat dosa, layaknya seorang pembangkang.
Ma’ruf berkata: “Harapanmu terhadap rahmat Dzat yang tidak kamu patuhi merupakan kebodohan dan kehinaan.”
Sebagian ulama mengatakan: “Siapa saja di antara kalian yang terpotong tangannya di dunia karena mencuri tiga dirham janganlah pernah merasa aman. Sebab, dengan saja hukumannya di akhirat nanti benar-benar akan lebih daripada perbuatan tersebut.”
Seseorang melayani al-Hasan: “Kami melihatmu sering menangis.” Ia menjawab: “Aku takut Allah melemparkanku ke dalam Neraka, sedangkan Dia tidak peduli.”
Ia juga berkata: “Sungguh, terdapat suatu kaum yang dilalaikan oleh angan-angan akan ampunan Allah sehingga mereka meninggal dunia tanpa bertaubat. Salah seorang berkata: ‘Hal ini disebabkan aku banyak bersangka terhadap Rabbku.’ Ini merupakan pernyataan dusta! Sekiranya orang itu benar-benar bersangka kepada-Nya, tentu ia akan memperbaiki amalnya.”
Seorang laki-laki bertanya kepada al-Hasan: “Wahai Abu Sa’id, apa yang harus kami perbuat saat berkumpul dengan suatu kaum yang menakut-nakuti kami sampai-sampai hati kami hampir terbang?” Ia menjawab: “Demi Allah, sesungguhnya berteman dengan suatu kaum yang menakut-nakutimu hingga akhirnya kamu menemukan rasa aman itu lebih baik daripada kamu berteman dengan sekelompok orang yang membuatmu merasa aman, namun pada akhirnya kamu dikejar-kejar oleh perkara-perkara yang menakutkan.”
Disebutkan dalam ash-Shahīhain, dari Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhu, ia mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ِيُجَاءُ بِالرَّجُلِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَيُلْقَى فِي النَّارِ، فَتَنْدَلِقُ أَقْتَابُهُ فِي النَّارِ، فَيَدُورُ كَمَا يَدُورُ الْحِمَارُ بِالرَّحَى، فَيَطُوفُ بِهِ أَهْلُ النَّارِ، فَيَقُولُونَ: يَا فُلَانُ، مَا أَصَابَكَ؟ أَلَمْ تَكُنْ تَأْمُرُنَا بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَانَا عَنِ الْمُنْكَرِ؟ فَيَقُولُ: كُنْتُ آمُرُكُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَلَا آتِيهِ، وَأَنْهَاكُمْ عَنِ الْمُنْكَرِ وَآتِيهِ.
“Seorang pria didatangkan pada hari Kiamat, lalu dilemparkan ke dalam Neraka. Isi perutnya terburai, dan ia berputar-putar di Neraka seperti keledai yang berkeliling pada batu penggiling gandum. Lalu ia dikerumuni oleh penghuni Neraka, mereka berkata: ‘Wahai Fulan, apa yang menimpamu? Bukankah kamu dahulu menyuruh kami berbuat baik dan mencegah kami dari berbuat keji?’ Ia menjawab: ‘Sesungguhnya aku dahulu menyuruh kalian berbuat baik, namun aku tidak melakukannya. Aku juga mencegah kalian dari berbuat keji, namun aku melakukannya.’”
Imam Ahmad menyebutkan hadits Abu Rafi’, ia berkata: “Rasulullah pernah melewati kuburan al-Baqi’ lalu berkata: ‘Cis, cis.’ Aku mengira ucapan tersebut ditujukan kepadaku. Beliau berkata: ‘Bukan kamu yang aku maksud, tetapi penghuni kubur itu. Aku mengutusnya untuk mengambil zakat dari keluarga Fulan, namun ia mengambil sebuah pakaian (darinya). Sekarang, ia dikenakan pakaian yang serupa dari api Neraka.’”
Disebutkan dalam Musnad Imam Ahmad, dari Anas bin Malik, ia mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ِمَرَرْتُ لَيْلَةَ أُسْرِيَ بِي عَلَى قَوْمٍ تُقْرَضُ شِفَاهُهُمْ مِقْرَاضًا مِنْ نَارٍ، فَقُلْتُ: يَا جِبْرِيلُ، مَنْ هَؤُلَاءِ؟ قَالَ: خُطَبَاءُ مِنْ أُمَّتِكَ مِنْ أَهْلِ الدُّنْيَا كَانُوا يَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَيَنْسَوْنَ أَنْفُسَهُمْ، أَفَلَا يَعْقِلُونَ؟
“Pada malam Isra’ Mi’raj, aku melewati suatu kaum yang bibir mereka digunting dengan gunting dari api Neraka. Aku bertanya: ‘Siapakah mereka?’ Mereka (Jibril dan para Malaikat) menjawab: ‘Para khathib (tukang khutbah) dari umatmu di dunia. Mereka menyuruh manusia untuk melakukan kebaikan, namun mereka melupakan diri sendiri. Tidakkah mereka berpikir?’”
Masih dalam Musnad Imam Ahmad, dari Anas, ia mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ِلَمَّا عُرِجَ بِي مَرَرْتُ بِقَوْمٍ لَهُمْ أَظْفَارٌ مِنْ نُحَاسٍ يَخْمُشُونَ وُجُوهَهُمْ وَصُدُورَهُمْ، فَقُلْتُ: مَنْ هَؤُلَاءِ يَا جِبْرِيلُ؟ قَالَ: هَؤُلَاءِ الَّذِينَ يَأْكُلُونَ لُحُومَ النَّاسِ وَيَقَعُونَ فِي أَعْرَاضِهِمْ.
“Tatkala aku di-mi’raj-kan, aku melewati suatu kaum yang memiliki kuku-kuku dari tembaga yang mereka gunakan untuk mencakar wajah dan dada sendiri. Aku pun bertanya: ‘Wahai Jibril, siapakah mereka?’ Ia menjawab: ‘Mereka adalah orang-orang yang memakan daging manusia (melakukan ghibah) dan menodai kehormatan mereka.’”
Disebutkan pula dalam kitab yang sama, dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia mengatakan bahwa Nabi sering mengucapkan:
ِيَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِينِكَ. فَقُلْنَا: يَا رَسُولَ اللهِ آمَنَّا بِكَ وَبِمَا جِئْتَ بِهِ فَهَلْ تَخَافُ عَلَيْنَا؟ قَالَ: نَعَمْ، إِنَّ الْقُلُوبَ بَيْنَ إِصْبُعَيْنِ مِنْ أَصَابِعِ اللهِ يُقَلِّبُهَا كَيْفَ شَاءَ.
“Wahai Yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hati kami di atas agama-Mu.” Kami menyahut: “Wahai Rasulullah, kami telah beriman kepadamu dan kepada apa yang engkau bawa, apakah engkau masih mengkhawatirkan kami?” Beliau menjawab: “Benar. Sungguh hati itu berada di antara dua jari dari jari-jari Allah; Dia membolak-balikkan sesuai dengan kehendak-Nya.”
Disebutkan juga dalam kitab tersebut, dari Anas radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada Jibril:
ِمَا لِي لَمْ أَرَ مِيكَائِيلَ ضَاحِكًا قَطُّ. قَالَ: مَا ضَحِكَ مُنْذُ خُلِقَتِ النَّارُ.
“Mengapa aku belum pernah melihat Malaikat Mikail tertawa?” Jibril menjawab: “Ia tidak pernah tertawa sejak Neraka diciptakan.”
Di dalam Shahih Muslim, juga dari Anas, ia mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ِيُؤْتَى بِأَنْعَمِ أَهْلِ الدُّنْيَا مِنْ أَهْلِ النَّارِ، فَيُصْبَغُ فِي النَّارِ صَبْغَةً، ثُمَّ يُقَالُ: يَا ابْنَ آدَمَ هَلْ رَأَيْتَ خَيْرًا قَطُّ؟ هَلْ مَرَّ بِكَ نَعِيمٌ قَطُّ؟ فَيَقُولُ: لَا وَاللهِ يَا رَبِّ. وَيُؤْتَى بِأَشَدِّ النَّاسِ بُؤْسًا فِي الدُّنْيَا مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ، فَيُصْبَغُ صَبْغَةً فِي الْجَنَّةِ، فَيُقَالُ لَهُ: يَا ابْنَ آدَمَ هَلْ رَأَيْتَ بُؤْسًا قَطُّ؟ هَلْ مَرَّ بِكَ شِدَّةٌ قَطُّ؟ فَيَقُولُ: لَا وَاللهِ يَا رَبِّ، مَا مَرَّ بِي بُؤْسٌ قَطُّ، وَلَا رَأَيْتُ شِدَّةً قَطُّ.
“Didatangkan orang yang paling menikmati hidup di dunia dari kalangan penghuni Neraka, lalu dicelupkan ke dalam Neraka sekali celupan, kemudian ditanya: ‘Wahai anak Adam, pernahkah engkau melihat kebaikan? Pernahkah engkau merasakan kenikmatan?’ Maka ia menjawab: ‘Tidak, demi Allah, wahai Tuhanku.’ Dan didatangkan pula orang yang paling menderita di dunia dari kalangan penghuni Surga, lalu dicelupkan ke dalam Surga sekali celupan, kemudian ditanya: ‘Wahai anak Adam, pernahkah engkau merasakan penderitaan? Pernahkah engkau mengalami kesulitan?’ Maka ia menjawab: ‘Tidak, demi Allah, wahai Tuhanku, aku tidak pernah merasakan penderitaan, dan aku tidak pernah melihat kesulitan.’”
“Dihadirkan salah seorang calon penghuni Neraka yang sewaktu di dunia adalah orang yang paling banyak mendapat kesenangan. Lantas, ia dicelupkan ke dalam Neraka, sekali celupan, lalu ditanya: ‘Wahai anak Adam, apakah kamu pernah melihat suatu kebaikan? Apakah kamu pernah merasakan suatu kesenangan?’ Ia menjawab: ‘Demi Allah, tidak pernah, wahai Rabbku.’ Selanjutnya, dihadirkan salah seorang calon penghuni Surga yang sewaktu di dunia adalah orang yang paling sengsara. Lantas, ia dicelupkan ke dalam Surga, sekali celupan, lalu ditanya: ‘Wahai Anak Adam, apakah kamu pernah melihat kesengsaraan? Apakah kamu pernah mengalami penderitaan?’ Ia menjawab: ‘Demi Allah, tidak pernah, wahai Rabbku’. Aku tidak pernah mengalami kesengsaraan dan aku tidak pernah melihat penderitaan.”
Di dalam al-Musnad, dari al-Bara bin Azib, ia berkata: “Kami pernah keluar bersama Nabi untuk menyertai jenazah salah seorang Anshar. Kami berhenti di kuburnya sementara liang lahatnya belum selesai dibuat. Rasulullah kemudian duduk dan kami pun duduk di sekitar beliau, hingga seolah-olah di atas kepala kami ada burung (menandakan suasana yang hening dan khusyu’). Di tangan beliau terdapat ranting pohon yang dipukul-pukulkan ke tanah. Beliau mengangkat kepalanya dan berkata: ‘Mintalah perlindungan kepada Allah dari azab kubur.’ Beliau mengulanginya sebanyak dua atau tiga kali.
Nabi melanjutkan: “Ketika seorang hamba Mukmin menghadapi saat-saat berpisah dari dunia dan menghadap ke akhirat, turunlah kepadanya para Malaikat yang berwajah putih dari langit. Wajah mereka seperti matahari. Mereka membawa sebuah kafan dan hanuth dari Surga. Mereka lalu duduk di sekitarnya sejauh mata memandang. Selanjutnya, datanglah Malaikat maut. Ia duduk di sisi kepalanya dan berkata: ‘Keluarlah, wahai jiwa yang tenang. Keluarlah menuju ampunan dan keridhaan Allah.’ Jiwa itu pun mengalir keluar seperti aliran tetesan air dari mulut bejana, kemudian Malaikat maut segera mengambilnya.”
–
Diselesaikan pada 30 Safar 1446 H, 4 September 2024 @ Perjalanan Gunungkidul – Sekar Kedhaton
Penulis: Dr. Muhammad Abduh Tuasikal
Sumber Artikel : https://rumaysho.com/38971-siksaan-bagi-pendosa.html